ansormesir.org-Rabu, 30 Agustus 2023 Akademi Ilmu Alat (AKILA) Ansor-Fatayat PCINU Mesir Tahun Ajaran 2023-2024 menyelenggarakan Orientasi AKILA III di Aula KAHHA PCINU Mesir, Darrasah. Acara ini turut dihadiri oleh Ketua Tanfiziyah PCINU Mesir, Ketua PC GP Ansor Mesir, Ketua PCI Fatayat NU Mesir, Dewan Pengajar AKILA, dan segenap pengurus AKILA. Adanya Orientasi AKILA kali ini merupakan momen bagi peserta baru untuk mengetahui sistem KBM di AKILA.
Acara dimulai dan dibuka oleh Sahabat Farida Ariani selaku pembawa acara kemudian dilanjutkan dengan pembacaaan ayat suci Al-Qur’an yang dilantunkan oleh Sahabat M. Akmal Chabibi. Tak ingin kehilangan momen, Sahabat Vina Zahrotul Auliya memandu peserta dan tamu undangan untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Yalal Wathon dengan penuh semangat.
Acara dilanjutkan dengan sambutan-sambutan. Sahabat Abdillah Dzul Fikri selaku Kepala AKILA III dalam sambutannya mengucapkan selamat datang kepada peserta baru yang telah bergabung di ruang belajar AKILA. Ia menegaskan bahwa pilihan untuk bergabung di AKILA merupakan pilihan yang tepat; karena di AKILA para peserta akan mendapatkan ilmu dari para pengajar yang sudah tidak diragukan lagi keilmuannya. Ia juga menegaskan bahwa para mahasiswa Indonesia yang datang ke Mesir memiliki tujuan mencari ilmu. Namun bagaimana untuk bisa mendapatkan ilmu tersebut? “Imam Syathibi berkata bahwa cara menuntut ilmu ada dua; bil musyâfahah (mendengarkan dari guru) dan dengan belajar sendiri. Oleh karena itu iradat kalian harus berkesinambungan dengan idarat guru; guna tercapainya tujuan kalian dalam mendapatkan ilmu”, ujarnya. Maka bagi seseorang yang masih sulit belajar sendiri, pilihannya tentu hanya belajar dengan seorang guru.
Kemudian, dilanjut sambutan dari Sahabat Muhamad Haidar selaku Ketua PC GP Ansor Mesir. Dalam sambutannya, ia mengatakan bahwa banyak Masisir khususnya warga NU yang membuktikan sendiri manfaatnya setelah mengikuti pembelajaran bersama AKILA. Ia berharap kepada peserta AKILA untuk bersungguh-sungguh dan istikamah dalam menjalani proses belajar di AKILA karena manfaatnya akan sangat terasa di kemudian hari. “Ketika kalian siap untuk sukses berarti kalian siap untuk bersusah payah.” Tegasnya sembari memberi semangat kepada peserta.
Sambutan setelahnya disampaikan oleh Sahabat Indana Zulfa selaku Ketua PCI Fatayat NU Mesir. Senada dengan Sahabat Abdillah, Sahabat Indana menegaskan bahwa peserta tidak boleh tergesa-gesa dalam mendapatkan ilmu, sebagaimana kaidah man ista’jala syaian qabla awânihi ûqiba bihirmânihi. Ia mengatakan “Barang siapa tergesa-gesa mencapai sesuatu malah tidak akan mendapatkan sesuatu itu, jadi jangan berkecil hati jika ada dari kalian yang diterima di kelas nahwu atau shorof karena itu menjadi salah satu proses dalam mencapai tujuan kalian”. Ia juga menambahkan bahwa AKILA merupakan batu lompatan yang harus diseriusi sebab AKILA merupakan jalan untuk mendapatkan ilmu yang ingin dicapai dan ketua Fatayat ini akan mengawasi berjalannya AKILA meskipun tidak secara langsung.
Acara diteruskan dengan Khorîtoh al-‘Ulûm yang disampaikan oleh Ust. M. Munawwar, Lc. Pada mulanya beliau memaparkan bahwa khorîtoh ialah peta, jika manusia ingin mencapai lokasi tertentu maka ia harus menggunakan peta. Khorîtoh al-‘Ulûm atau peta keilmuan itu perlu diketahui bagi setiap pelajar. Jika seorang pelajar ingin mendapatkan ilmu-dalam hal ini ilmu syariat-maka tentu ia harus mengetahui jenjang keilmuan; yang mana dengan ia mengetahuinya, ia akan lebih optimal memperoleh ilmu tersebut. Beliau juga menjelaskan bahwa antara satu ilmu dan ilmu yang lain itu mempunyai benang merah (hubungan); sehingga mempelajari berbagai ilmu itu suatu keharusan bagi seorang pelajar.
Kita semua mengetahui bahwa ilmu yang kita pelajari itu bersumber dari wahyu Allah dan wahyu Allah sendiri terbagi menjadi dua : matlu (Al-Qur’an) dan ghairu matlu (hadits nabi). Dari dua wahyu Allah inilah ilmu syariat bersumber. Dan pada akhirnya ilmu itu terbagi menjadi tiga : Tauhid, fikih, dan tasawuf. Ilmu tauhid sendiri membahas tentang sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan, seperti halnya pertanyaan fundamental kita berasal dari mana? Apa tujuan keberadaan kita? Sampai dimanakah kelak perjalanan kita? Semua pertanyaan-pertanyaan itu bisa terjawab ketika kita mempelajari ilmu tauhid. Selanjutnya ilmu fikih yang objek pembahasannya adalah af’âl al-mukallafin. Terakhir ada ilmu tasawuf. Menurut Syekh Ali Jum’ah objek pembahasan dalam ilmu ini ialah a’mâl al-qulûb min haitsu at-takhliyyah wa at-tahliyyah (perbuatan-perbuatan hati dari segi mensucikan dari hal-hal buruk dan menghiasinya dengan hal-hal baik). Dengan ilmu tasawuf, kita bisa mengetahui apa saja perbuatan buruk yang harus kita sucikan dari hati kita dan kita juga mengetahui hal-hal baik yang harus kita tanamkan di hati sebagai penghias diri. Ketiga ilmu tadi disebut sebagai ilmu maqâshid.
Proses mempelajari ilmu syariat tentu tidak mudah. Ternyata kita tidak bisa mempelajarinya secara langsung, melainkan membutuhkan proses. Untuk bisa memahaminya dengan baik dan benar, kita membutuhkan ilmu-ilmu yang menjadi perangkat untuk bisa memahaminya. Ilmu perangkat itu disebut ulûm al-wasâil atau yang bisa kita kenali dengan ilmu alat. Dengan jembatan ilmu alat, kita bisa membuka gerbang syariat dan mempelajarinya dengan baik dan benar tanpa ada kesalahan. Syekh Syarofuddin Al-Imrithi mengatakan di dalam kitabnya “wan nahwu aulâ awwalan an yu’lama, idzil kalamu duunahu lan yufhama”. Beliau menjelaskan bahwa bagi seorang pelajar, ilmu pertama yang harus ia kuasai adalah ilmu nahwu. Lantas bagaimana jika seorang pelajar tidak mempelajari ilmu nahwu? Tentu dapat dipastikan bahwa pelajar tersebut mustahil bisa memahami suatu ilmu. Beliau sangat tegas dalam hal ini dan dibuktikan dengan perkataanya tersebut menggunakan redaksi lan, yang mana kata itu menunjukkan suatu kemustahilan. Jadi dapat kita simpulkan ternyata proses menuntut ilmu itu tidaklah mudah, melainkan butuh perjalanan yang panjang. Kita mempunyai niat untuk mempelajari syariat Allah, maka kita membutuhkan ilmu perangkat yang kompleks dan integratif.
Acara kemudian dilanjutkan dengan pengarahan dari KH. Faiz Husaini, Lc., M.A. selaku Ketua Tanfidziyah PCINU Mesir. Senada dengan Ust. Munawwar, Lc., Yai Faiz juga mengatakan hal yang sama bahwa mengetahui khorîtoh al-‘ulûm (peta keilmuan) itu sangat penting. Beliau berharap kepada para peserta supaya bisa istiqomah dan penuh semangat serta niat yang ikhlas dalam mengikuti AKILA. Beliau juga mengutip perkataan KH. Hasyim Asy’ari dalam bukunya Adâb al-‘Âlim wa al-Mutaallim “di antara hal yang perlu dimiliki oleh seorang muta’allim adalah niat yang ikhlas”.
Acara dipungkasi dengan doa yang dibacakan oleh KH. Faiz Husaini, Lc., M.A. dan dilanjut dengan sesi foto bersama. Seusai foto bersama, para peserta dikelompokkan sesuai kelasnya masing-masing untuk berkenalan dengan teman sekelasnya. Setelah berkenalan satu sama lain, Sahabat Tariska dan Sahabat Burhanul Umam memaparkan tata tertib dan menjelaskan sistem pembelajaran di AKILA; Harapannya para peserta dapat mengikuti pembelajaran dengan baik selama satu tahun kedepan.
Pewarta : Akhmad Dwi Rismanto
Baca juga berita-berita menarik di Rubrik Kabar ya!
Tidak ada komentar