ansormesir.org-Sejak zaman dahulu, Indonesia tidak pernah terlepas dari adat istiadat dan kepercayaan yang berbau mistis. Seakan-akan hal ini sudah melekat dan menjadi ciri khas dari bangsa Indonesia. Hingga dewasa ini, banyak masyarakat Indonesia yang masih mempercayai hal semacam itu. Lalu bagaimana khurafat dalam pandangan Islam mengenai hal tersebut?
Dalam Islam, kita mengenal istilah khurafat dan takhayul. Sebenarnya dua hal ini tidak jauh berbeda dan saling melengkapi; yaitu mempercayai sesuatu yang tak berdasar. Adapun yang akan menjadi pokok pembahasan pada tulisan ini adalah khurafat. Apa sih sebenarnya khurafat itu?
Dalam beberapa literatur kitab klasik, dijelaskan secara umum bahwasanya khurafat adalah keyakinan yang diada-adakan. Secara etimologi, khurafat adalah kejadian batil yang tidak mungkin dibenarkan. Sedangkan secara istilah, khurafat adalah keyakinan atau pemikiran yang hanya berpegang pada imajinasi tanpa adanya pikiran yang logis. Atau yang lebih sering disebut dengan mitos atau pamali.
Diterangkan juga dalam hadis, tentang asal-usul istilah khurafat. Bahwasanya suatu saat, Rasulullah SAW bercerita tentang jin, setan dan sejenisnya kepada istri-istrinya, ada salah seorang istri Nabi berkata: “Wahai Nabi, bukankah semua kisah itu adalah khurafat?”. Nabi pun tersenyum seraya bertanya kembali: “Tahukah kamu apa sebenarnya khurafat itu?”.
Para istri Nabi pun hanya bisa terdiam. Kemudian Nabi melanjutkan, khurafat sebenarnya adalah nama seorang lelaki dari Suku Uzrah (suku dari Yaman) yang diculik oleh bangsa jin dalam waktu yang lama. Ia tinggal di dunia Jin tersebut, dan hidup bersama mereka. Namun setelah itu, ia dikembalikan ke dunia manusia, kemudian ia menceritakan pengalaman menakjubkan, yakni melihat keindahan yang luar biasa di dunia jin. Namun kebanyakan dari mereka tidak mempercayainya lalu berkata “Ini cerita Khurafat.” (Musnad Imam Ahmad).
Khurafat sendiri bukan hal yang dapat ditemukan di semua negara. Karena khurafat hanya diyakini di beberapa negara atau di wilayah tertentu saja. Misalnya, orang-orang di Indonesia mempercayai tentang Nyai Roro Kidul, larangan mengenakan baju hijau di pantai Selatan, larangan keluar rumah setelah Magrib, dan lain sebagainya. Hal ini berbeda dengan khurafat di belahan dunia lain, yang mempercayai bahwa ikan Koi dapat memanggil rezeki, gerhana adalah naga yang hendak memakan matahari, dan lain sebagainya.
Dalam sejarahnya, khurafat sudah ada sejak sebelum adanya Islam, di zaman Nabi terdahulu pun banyak ditemui kisah-kisah yang mengandung khurafat. Wujud khurafat juga ada pada zaman pasca Islam. Salah satu contoh khurafat setelah datangnya Islam adalah ketika wafatnya Sayyid Ibrahim putra Nabi Muhammad SAW. Syekh Mahmud Hamdi Zaqzuq, seorang pakar filsafat Islam menyebutkan dalam artikelnya yang berjudul “Agama dan Khurafat”, menjelaskan bahwa ketika kematian Sayyid Ibrahim itu, bertepatan dengan gerhana matahari dan awan mendung. Beberapa sahabat yang menyaksikan hal ini berpendapat bahwa matahari dan alam pun turut berduka atas meninggalnya Putra Nabi tersebut.
Namun pendapat itu langsung di cegah dan di tentang oleh Nabi SAW. Memang benar, Nabi saat itu merasakan sedih yang amat mendalam dikarenakan wafatnya Ibrahim, akan tetapi beliau tidak meng-iya-kan pendapat sahabatnya itu, bahkan justru menepisnya dengan pernyataan: “Sesungguhnya bulan dan matahari adalah tanda kekuasaan tuhan, ia tidak akan gerhana dengan adanya kematian seseorang, dan tidak pula gerhana karena kehidupan seseorang”.
Banyak sekali cerita tentang khurafat ini yang tersebar di masyarakat. Penyebarannya dari mulut ke mulut dan turun-temurun, menjadi salah satu sebab tersebarnya kabar khurafat secara mudah dan cepat.
Di Indonesia sendiri, kebanyakan khurafat yang beredar adalah karena turunan dan warisan dari kepercayaan terdahulu, seperti Hindu dan Budha. Kepercayaan ini sangat mendominasi pemikiran masyarakat, dan bisa saja menjadi sebuah doktrin yang tak akan ada habisnya. Namun hal ini berbeda dengan firasat atau ‘ilmu titen’ (ed, Jawa), ilmu yang tidak bisa di jelaskan dengan logika namun bisa dinyatakan kebenarannya.
Dalam Islam sendiri hukum dari khurafat adalah haram. Hal ini dikarenakan adanya potensi timbulnya syirik dan ketidakpercayaan akan qudratullah. Selain itu, khurafat sendiri bertolak belakang dengan prinsip Islam yang menuntut untuk selalu bersifat kritis dan berpikir logis.
Seperti yang disampaikan oleh Syekh Hamdi Zaqzuq juga, bahwasanya khurafat ini adalah salah satu faktor kemunduran suatu bangsa. Karena bangsa yang masih mempercayai khurafat, itu berarti mereka masih menjadikan kepercayaan sebagai asas kehidupan mereka, sementara dalam Islam kita harus senantiasa menggunakan akal pikiran dalam berpikir dan bertindak. Fenomena khurafat yang menjamur mengindikasikan bahwa sebagian manusia telah kehilangan daya kritisnya dan naluri berpikir logisnya, sehingga mudah diombang-ambingkan oleh arus dan kabar yang belum tentu akan kebenarannya.
Penulis: Ziyad Mubarok
Editor: Yusron Wafi
Tertarik dengan tulisan-tulisan seperti ini? Baca di Mimbar dan Selasar juga ya!
Tidak ada komentar