Ansormesir.org-Kairo- Ahad, 28/1 Komunitas pecinta Gus Dur atau yang biasa disebut ‘Gusdurian’ Kairo bersama dengan PCINU Mesir mengadakan Seminar Terbuka dan Kajian Tokoh K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dengan tema “Kemanusiaan dan Perdamaian”. Acara ini juga turut dibantu oleh PC GP Ansor Mesir, PCI Fatayat NU Mesir, PCI Muslimat NU Mesir dan seluruh elemen warga nahdliyyin di Mesir.
Auditorium Al-Azhar Conference Center (ACC) Al-Manteqah, Nasr City dipilih menjadi tempat pelaksanaan haul Gus Dur kali ini. Diikuti kurang lebih 989 orang pecinta Gus Dur dari berbagai kalangan memenuhi auditorium. Kegiatan ini di bagi menjadi dua sesi, sesi pertama dimulai dari pukul 10.30 WLK. Di mulai dengan pembacaan Yasin dan Tahlil yang dikhususkan kepada KH. Abdurrahman Wahid, kemudian dilanjut dengan menyanyikan lagu nasional Mesir, Indonesia dan mars Yalal Wathon.
Di sesi pertama ini dihadiri oleh beberapa tamu undangan, diantaranya Prof. Dr. Syekh Mohammad Ad-Dhuwaini sebagai Wakil Syekh Azhar, Prof. Dr. Syekh Salamah Dawood sebagai Rektor Universitas Al-Azhar, Dr. (HC) Luthfi Rauf. MA sebagai Duta Besar Indonesia untuk Mesir dan turut menghadirkan juga Ibu Nyai Hj. Alissa Qothrunnada Wahid, putri sulung Gus Dur.
Diawali dengan sambutan dari Ibu Alissa Wahid, beliau menyampaikan pesan-pesan Gus Dur untuk semua manusia di dunia ini. “Mengutip perkataan Gus Dur, ‘Tugas kita sebagai Hamba Allah di muka bumi ini adalah untuk menjadikan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, bukan menjadikan Islam sebagai rahmatan lil muslimin.” Tutur beliau saat memberikan sambutan.
Beliau juga menceritakan perjalan hidup seorang Gus Dur hingga mendapat gelar sebagai bapak kemanusiaan dan perdamaian. Beliau berkata, bahwa salah satu faktor yang menjadikan Gus Dur demikian adalah Al-Azhar itu sendiri. Gus Dur menyempurnakan ilmu agamanya di Azhar dan Azhar juga lah yang memberikan pandangan keadilan bagi Gus Dur.
Dilanjut dengan sambutan yang kedua dari Syekh Ad-Dhuwaini, Wakil Syekh Azhar. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan salam dari Grand Syekh, Syekh Ahmad At-Thoyyib untuk segenap hadirin. Beliau juga menjelaskan hubungan Indonesia dengan Mesir umumnya dan Azhar khususnya dari masa ke masa. “Termasuk yang pertama kali mengakui kemerdekaan negara Indonesia adalah Mesir.” Dawuh beliau.
Selain itu Al-Azhar juga sangat mencintai para pelajar dari Indonesia secara khusus, bahkan dulu di Masjid Jami’ Al-Azhar sendiri ada sebuah Ruwaq (tempat tinggal) yang khusus untuk orang Indonesia, dinamakan ‘Ruwaq Jawi’. Beliau juga menunjukkan kecintaan beliau kepada para pelajar Indonesia di Azhar dengan sebuah pernyataan Inna ruhul Azhar tajri fi abnai al-indonisiyy (Sesungguhnya ruhnya Al-Azhar itu mengalir juga didalam pelajar Indonesia.)
Sebagai penutup sesi pertama ini diisi dengan kalimat sambutan dari Syekh Salamah Dawood selaku Rektor Universitas Al-Azhar. Beliau lebih menekankan kepada prinsip kemanusiaan dan perdamaian di dunia ini, beliau juga mengatakan bahwasanya Al-Azhar hadir sebagai implementasi dakwah Nabi Muhammad tentang perdamaian.
Melihat dari tema Kemanusiaan dan Perdamaian ini, beliau juga turut berduka atas hilangnya rasa kemanusiaan di dunia saat ini. Dikala saudara muslim kita di Palestina di gempur habis-habisan oleh zionis Israel, tapi dunia seakan buta dan tuli atas hal tersebut, padahal mereka tahu, mereka melihat dengan mata kepala sendiri dan mendengar dengan telinga sendiri atas apa yang menimpa Palestina sekarang. Beliau juga turut mendoakan rakyat Palestina untuk kebebasan mereka.
Seminar Gus Dur Bapak Kemanusiaan dan Kedamaian
Setelah selesai sesi pertama, ada jeda waktu untuk melaksanakan sholah zuhur. Setelah selesai Sholat zuhur barulah dimulai kembali, memasuki sesi kedua. Dalam sesi pertama lebih terlihat seperti kajian tokoh, berbeda dengan sesi kedua ini. Di sesi kedua ini diisi dengan seminar dengan tema; Gus Dur Bapak Kemanusiaan dan Kedamaian yang diisi oleh Syekh Usamah Sayyid Azhary, sebagai penasehat kepresidenan dan juga Ibu Nyai Hj. Alissa Qotrunnada Wahid.
Pembicara pertama adalah Syekh Usamah Al-Azhary, beliau menjelaskan bahwasanya nasab Gus Dur itu sampai kepada Imam Al-Faqih Muqoddam dan Isa Al-Muhajir yang mana mereka adalah saadah ba’alawy (Keturunan Nabi) dan bermuara pada Sayyidina Husein Bin Fatimah Az-Zahra.
Syekh Usamah menambahi bahwasanya dengan nasab mulia yang bersambung dengan Sayyidina Muhammad SAW. ini yang menjadikan sosok Gus Dur begitu memahami secara mendalam konsep kemanusiaan. Seperti yang dibawakan oleh kakek beliau yaitu Nabi Muhammad.
Konsep Rahmatan Lil ‘alamin ini lah yang selalu Gus Dur gaungkan, sebisa mungkin Islam itu hadir bukan hanya untuk orang Islam saja, tapi untuk segenap makhluk di seluruh alam ini. Ulama’ muda Mesir ini menambahi dengan sebuah pernyataan dari kitab Idhohul Asror, “Allah mengutus nabinya itu untuk menjadikannya sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin sekaligus Rohatan (Keluwesan) Lil ‘Alamin juga.”
Syariat Islam ini adalah syariat yang mulia. Adanya Islam ini harusnya menolak kesusahan dan menarik kebahagiaan, bukan justru malah mempersusah umat. Oleh karenanya beliau mengatakan, “Ulama’ belum bisa dikatakan sebagai seorang ulama’ jika dia masih belum bisa melihat perkataanya untuk seluruh manusia dimuka bumi ini.”
Beliau menambahi, bahwasanya Al-Azhar dengan Gus Dur setidaknya pernah bersinggungan sebanyak dua kali. Yang satu bersinggungan secara langsung, yaitu ketika Gus Dur menimba ilmu di Al-Azhar dan yang kedua ketika Gus Dur menjanjabat di PBNU.
Selain itu peran Azhar sendiri terhadap NU sangatlah erat, bahkan sejak satu abad yang lalu sudah ada. Yaitu ketika Hadratussyaikh K.H. Hasyim Asy’ari mengarang beberapa kitab, beliau mengajukanya terlebih dahulu kepada Al-Azhar. Ini lah yang menjadikan hubungan Al-Azhar dengan NU tetap terjalin sampai sekarang.
Di akhir pemaparanya, Syekh Usamah Azhari kembali mengingatkan para pelajar Indonesia yang ada di Mesir ini, “Kalian semua pasti akan menjadi orang besar saat kembali ke negara kalian, maka jadikanlah Gus Dur ini sebagai panutan kalian, ikutilah jalan beliau.” Pungkas beliau.
Dilanjutkan dengan pembicara kedua yaitu Nyai Alissa Wahid, beliau menjelaskan bagaimana sepak terjang seorang Gus Dur. Kalau membicarakan kemanusian di Indonesia, maka tak mungkin lepas dari Gus Dur, karena memang dari beliau lah konsep Kemanusiaan bisa terlaksana dengan rill. Bahkan mba Alissa mengatakan bahwa Gus Dur adalah seorang konglomerat dalam Pergerakan dan Perjuangan.
Putri sulung Gus Dur itu juga menceritakan sebab lain seorang Gus Dur bisa memiliki pandangan yang sangat luar biasa ini tak lepas dari peran guru-guru beliau juga. Gus Dur dididik langsung oleh sang Ayah dan Kakek beliau, selain itu beliau juga dibimbing oleh Kiai Bisri Sansuri.
Suatu ketika saat Gus Dur muda sedang berkhidmah kepada gurunya kiai Bisri dalam satu majelis bahsul masail, beliau mendapati kiainya tersebut tengah berdebat dengan kiai Wahab Hasbullah. Dalam forum tersebut keduanya saling serang argument, namun saat waktu sholat tiba keduanya mereda dan kiai Wahab menyediakan air wudhu untuk kiai Bisri. Dari sinilah Gus Dur muda melihat bahwa perbedaan pendapat bukanlah suatu yang harus dihindarkan, akan tetapi yang harusnya dihindarkan adalah perpecahan.
Kemudian dalam Ukhwah Islamiyyah Gus Dur berpandangan itu tak akan terwujud jika didalamnya juga tidak menerapkan prinsip rahmatan lil ‘alamin dalam bingkai maqoshidus syariah juga. Oleh karenanya, sebisa mungkin Gus Dur menyajikan Islam itu bisa diterima dan mudah untuk semua kalangan manusia, bukan malah menyusahkan.
Dalam kesehariannya juga Gus Dur benar-benar menerapkan semua prinsip kemanusiaan di masyarakat. “Kita Mengenal Gus Dur dari berbagai wajah. Wajah presiden, wajah pemimpin, wajah ulama, dan wajah wajah lainya.” Ujar Mba Alissa. Gus Dur ketika menjadi seorang kiai, beliau menjadi seorang kiai yang mengayomi kepada mustadh’afin (orang-orang yang lemah).
Senada dengan Syekh Usamah, Mba Alissa juga berpesan kepada segenap hadirin untuk meneladani sosok Gus Dur ini. “Gus Dur telah meneladankan, saatnya kita untuk melanjutkan.” Pungkas beliau.
Acara ini berlangsung meriah, antusiasme dari segenap hadirin terasa dari awal sampai akhir. Setelah selesai seminar, dilanjut dengan Launching AWCHIS (Abdurrahman Wahid Center for Humanity and Islamic Studies) oleh Ibu Nyai Alissa Qotrunnada Wahid. Dan akhirnya ditutup dengan doa oleh Syekh Usamah Al-Azhary. Acara selesai pukul 16.17 WLK.
Reporter: Ziyad Mubarok
Jangan lupa baca kabar menarik lainnya seputar Ansor Mesir di Rubrik Kabar
Tidak ada komentar