ansormesir.org-Setelah dibubarkannya dua kelompok yang punya label radikal dan intoleran (HTI dan FPI), ternyata PR bangsa ini belum selesai. Kelompok intoleran seakan menjadi sebuah golongan besar yang masuk dalam ideologi anak bangsa. Banyak pemikiran dan langkah mereka yang bila ditanyakan kepada orang awam sekalipun, pasti mereka akan mengecapnya sebagai suatu kesalahan. Aksi kelompok intoleran ini tidak lekang walaupun masuk bulan Ramadhan yang seharusnya digunakan untuk fokus beribadah.
Sebagai contoh bentuk keintoleran mereka adalah peristiwa pelecehan yang menimpa dua wanita di sebuah karaoke di provinsi Sumatra Barat. Dua wanita tersebut menjadi sasaran aksi mereka karena keduanya diduga berprofesi sebagai pemandu lagu di karaoke tersebut, walaupun belakangan kedua korban ternyata hanya pengunjung. Ratusan warga yang melakukan persekusi terhadap dua korban ini seakan berbicara bahwasanya perilaku mereka tersebut seakan legal karena dilakukan secara masal.
Hal ini seakan menjadi legal juga karena ada perda Sumatra Barat yang mengatur tentang pelarangan warung ataupun rumah makan untuk buka di siang hari bulan Ramadhan, mereka hanya diperbolehkan buka ketika sudah masuk pukul 16.00 WIB. Tempat hiburan seperti bar, diskotik, karaoke dan sejenisnya dilarang beroperasi h-1 bulan Ramadhan sampai h+3 bulan Syawal. Perda ini dibuat dengan dalih toleransi beragama supaya umat Islam bisa beribadah dengan tenang di bulan Ramadhan.
Menurut hemat penulis, walaupun katakanlah kedua wanita tersebut berprofesi sebagai PSK (Pekerja Seks Komersial), tidak lantas legal untuk menelanjangi dan menceburkan keduanya ke laut malam hari, apalagi hal tersebut dilakukan oleh ratusan orang. Tindakan tersebut justru menggambarkan lari dari sebuah kemaksiatan (dugaan maksiat di tempat hiburan) menuju kemaksiatan lain (pelecehan terhadap perempuan) yang sama atau bahkan lebih besar, dan sudah keluar dari norma toleran yang mereka bangun. Masyarakat kita seakan masih menggenggam erat duri yang merusak tatanan sosial dari zaman dahulu, main hakim sendiri.
Oleh: M. ‘Abda Rifqi Syukron Atqiya’
Editor: Syihabudin Alawy
Baca juga tulisan menarik lainnya di Rubrik Mimbar dan Selasar, ya!
Tidak ada komentar