Bias Regulasi Wihdah dan Sanksi yang Tendensius

waktu baca 5 menit
Rabu, 17 Jul 2024 01:45 0 23 Muhammad Haidar

ansormesir.org-Pada tanggal 15 Juli 2024 warga masisirwati digemparkan dengan beredarnya tangkapan layar berisi Surat Keputusan nomor 03-C4/DPA/WIHDAH-PPMI/SKEP/VII/1445-2024 yang diterbitkan oleh Dewan Permusyawaratan Anggota (DPA) Wihdah PPMI Mesir. Surat keputusan itu berisi keputusan sanksi yang diberikan oleh DPA Wihdah kepada ketua Wihdah PPMI Mesir 2023/2024, Mujida Amaniyya. DPA menilai Mujida melanggar AD/ART Wihdah, yaitu meninggalkan Mesir tanpa izin yang sah dari DPA dan mengeluarkan surat pembebasan tugas ketua Wihdah PPMI Mesir untuk dirinya sendiri tanpa pengasahan DPA. Penilaian tersebut menjadi pertimbangan DPA untuk memutuskan dua sanksi bagi Mujida, yaitu: Satu, permohonan maaf secara tertulis kepada seluruh anggota Wihdah PPMI Mesir dan dipublikasikan. Dua, pencabutan hak memilih dan dipilih sebagai Tim Formatur dan DPA Wihdah PPMI Mesir 2024/2025.

Saya melihat Surat Keputusan nomor 03-C4/DPA/WIHDAH-PPMI/SKEP/VII/1445-2024 oleh DPA Wihdah PPMI Mesir 2023/2024−selanjutnya saya sebut dengan ‘SK DPA Wihdah’−tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai surat resmi yang sah dari suatu organisasi maupun instansi, karena surat tersebut tidak dibubuhkan tanda tangan dan stempel organisasi. Perlu saya sampaikan bahwa SK ini bertanggal 13 Juli 2024, kemudian baru beredar di kalangan masisirwati pada hari Senin tanggal 15 Juli 2024. SK ini juga tidak dapat ditemukan pada media publikasi Wihdah atau DPA Wihdah. Keadaan SK dan kondisi seperti ini menimbulkan beberapa pertanyaan bagi saya, sebagaimana berikut:

Pertama, apakah SK yang diterbitkan DPA Wihdah PPMI Mesir nomor 03-C4/DPA/WIHDAH-PPMI/SKEP/VII/1445-2024 dapat menjadi perhatian dan ditaati oleh anggota Wihdah? Surat keputusan suatu organisasi dapat dikatakan sah apabila ditandatangani oleh pemangku jabatan tertinggi atau yang mewakili, serta dibubuhkan tanda pengesahan (dapat berupa stempel organisasi bersangkutan). Dengan demikian, SK yang tidak sah tidak dapat menjadi dokumen resmi dan tidak dapat dijadikan pedoman, rujukan, atau sumber valid dalam melaksanakan tindakan organisasi. Seharusnya semua orang yang melihat dan membaca SK DPA Wihdah, khususnya anggota Wihdah mengetahui hal ini dan menganggap isi dari SK ini sebagai angin lalu.

Kedua, apa yang melatarbelakangi lambatnya penindakan dugaan pelanggaran Mujida oleh DPA Wihdah? Jangka waktu antara penerbitan SK DPA Wihdah dan kepergian Mujida terpaut jauh. SK DPA Wihdah ditetapkan pada tanggal 13 Juli 2024, sedangkan Mujida pergi dari Mesir tanggal 17 Juni 2024 dan kembali ke Mesir pada tanggal 26 Juni 2024, artinya penindakan dugaan pelanggaran Mujida tidak kunjung dilaksanakan. Jangka waktu yang jauh ini juga menimbulkan pertanyaan; Kenapa penindakan pelanggaran yang terindikasi pelanggaran berat dilaksanakan sangat lambat? Apakah ada delik lain selain penegakan AD/ART Wihdah?

Ketiga, atas dasar apa penilaian dan penetapan pelanggaran yang dilakukan Mujida? Selama di Mesir, saya belum pernah mengetahui aturan maupun regulasi penindakan pelanggaran oleh anggota Wihdah, kecuali hanya dari AD/ART Wihdah. Di ART Wihdah BAB I Pasal 4 nomor 2, saya menemukan urutan sanksi yang diberikan kepada anggota Wihdah yang melanggar AD/ART; urutan pertama adalah peringatan, urutan kedua adalah permintaan maaf secara tertulis, urutan ketiga adalah scorsing, urutan keempat adalah penonaktifan keanggotaan berdasarkan rapat DPA. Mari kita bedah, sanksi yang diberikan DPA Wihdah kepada Mujida.

Sanksi berupa permintaan maaf oleh Mujida kepada seluruh anggota Wihdah PPMI Mesir tertera pada sanksi poin pertama SK DPA Wihdah. Jika kita sesuaikan dengan ART BAB I Pasal 4 nomor 2, maka seharusnya sanksi ini dilaksanakan setelah peringatan. Yang menjadi pertanyaan saya, apakah DPA Wihdah telah memperingatkan Mujida terkait dugaan pelanggarannya? Kemudian, sanksi berupa pencabutan hak memilih dan dipilih sebagai Tim Formatur dan DPA Wihdah PPMI Mesir 2024/2025, tertera pada sanksi poin kedua. Pertanyaannya, sanksi tersebut ditetapkan berasaskan apa? Jika Anggota Wihdah PPMI Mesir mempunyai hak memilih dan dipilih menjadi DPA, maka dengan logika terbalik; seseorang yang dicabut haknya dalam memilih dan dipilih sebagai DPA Wihdah tidak dapat dikatakan anggota Wihdah PPMI Mesir. Lantas, apakah sanksi demikian masuk dalam kategori sanksi urutan keempat, yaitu penonaktifan penonaktifan keanggotaan berdasarkan rapat DPA?

Saya mempunyai dua pengandaian: Satu, jika Mujida dinonaktifkan sebagai anggota Wihdah PPMI Mesir, maka jabatannya sebagai ketua otomatis tercabut. Jika ini terjadi, maka DPA Wihdah PPMI harus melaksanakan pemakzulan sesuai dengan prosedur yang ada, atau berasas pada AD/ART Wihdah PPMI Mesir. Namun, hal ini apakah perlu dilakukan? Apakah segudang pertimbangan tidak mengantre di belakang proses ini? Dua, jika Mujida masih menjadi anggota Wihdah PPMI, artinya tidak dinonaktifkan status kenggotaannya, maka tanda tanya yang sangat besar akan dilayangkan oleh seluruh pembaca tulisan ini, yaitu: Kenapa Mujida dicabut haknya dalam memilih dan dipilih menjadi DPA? Bukankah demikian itu tidak menimbulkan kecurigaan bahwa Mujida sedang dijegal untuk selalu ikut andil dalam kepengurusan Wihdah tahun selanjutnya, khususnya kepengurusan DPA (lembaga legislatif Wihdah). Jawaban pertanyaan ini, hanya dapat dijawab dengan proses dan hasil penindakan dugaan pelanggaran Mujida oleh DPA Wihdah.

Keempat, apakah semua proses penindakan dugaan pelanggaran Mujida berdasar pada aturan baku, baik peraturan organisasi atau regulasi khusus terkait penindakan pelanggaran AD/ART? Di sini saya sangat mempertanyakan hal tersebut, karena dugaan pelanggaran−selaras dengan poin-poin pertimbangan di SK DPA Wihdah−didasarkan pada AD/ART saja. Sedangkan di poin pertimbangan nomor 4, SK DPA Wihdah difungsikan sebagai legitimasi dan pengesahan poin-poin keputusan. Pertanyaan ini juga saya landaskan pada BAB “Memperhatikan” pada SK DPA Wihdah. Saya menganalisis keputusan yang dihasilkan (tertulis dalam SK DPA Wihdah) semata-mata merupakan hasil dari Rapat DPA Wihdah PPMI, pada hari Sabtu 13 Juli 2024. Artinya, tidak ada aturan baku yang dijadikan landasan proses keputusan sanksi poin nomor 2.

Dari beberapa poin yang saya sebutkan di atas menimbulkan kecurigaan mendasar bagi saya terhadap keputusan DPA. SK yang dikeluarkan oleh mereka kesannya terburu-buru dan penuh kepentingan. Apakah sanksi poin nomor 2 yang diberikan kepada Mujida adalah alat untuk menjegal Mujida tetap berkiprah dan andil dalam kepengurusan Wihdah pada periode mendatang? Seberapa bahaya Mujida, sehingga harus disingkirkan dari jabatan dan andil pengurus Wihdah PPMI Mesir atau adakah motif lain di balik itu?

Penulis: Muhammad Haidar

Ketua PC GP Ansor Republik Arab Mesir 2023/2025

Baca tulisan lainnya di Rubrik Selasar dan Mimbar!

Potret SK DPA Wihdah yang dimaksud

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA