Nuzululquran; Momen Bangkitnya Umat Manusia

waktu baca 4 menit
Jumat, 7 Apr 2023 13:54 0 15 Ansor Mesir

 

ansormesir.org-Tak terasa, kita telah memasuki paruh kedua bulan Ramadan. Pada malam ke-17, umat Islam terbiasa memperingati turunnya risalah mutakhir, Nuzululquran. Selain untuk memuliakan malam itu, mereka menggelar acara akbar itu juga bertujuan untuk mengekespresikan kebahagiaan dan kecintaan mereka terhadap Al-Qur’an. Ia adalah kitab yang berisikan hidayah dan berperan sebagai pembeda antara kebenaran dan kebatilan dalam kehidupan umat manusia.

Dua isi Al-Qur’an itu memiliki tujuan besar nan mulia, yaitu menyelamatkan manusia dari kegelapan orientasi keyakinan (kepada selain Allah SWT) dan menuntun mereka ke jalan terang, Islam. Sebab tujuan mulia itu, Al-Qur’an diturunkan di malam yang mulia pula, Lailatulqadar. Penurunan Al-Qur’an di malam lailatulqadar merupakan kesepakatan ulama berdasarkan nas  Al-Qur’an. Awal surah Al-Qadr adalah nas sarih yang menjelaskan waktu turunnya Al-Qur’an. Disusul nas pada surah lainnya, seperti surah Al-Baqarah, Ad-Dukhan, dst.

Ulama berbeda pendapat seputar makna lailatulqadar dan waktu pastinya. Di antara mereka ada yang memaknai, lailatulqadar adalah malam yang sesak, karena pada malam itu, malaikat berbondong-bondong turun ke bumi. mereka juga memaknai lailatulqadar sebagai malam yang mulia, karena pada malam itu, Allah memuliakan siapa saja yang Ia kehendaki. Pun, waktu kepastian lailatulqadar juga menjadi ring untuk silang pendapat mereka.

Lailatulqadar adalah malam mulia. Makna ini yang menjadi objek tulisan kali ini. Lailatulqadar sendiri bukan hanya menjadi waktu turunnya Al-Qur’an. Ia sekaligus menjadi momentum kebangkitan Umat manusia. siapapun yang dikehendaki menjadi mulia oleh Allah adalah orang yang bangkit dan beruntung. Dalam hal ini, kita tidak bisa menerka atau menetapkan siapa mereka, itu hak prerogatif-Nya.

Kemuliaan itu bersifat universal. Jadi, bukan hanya umat Islam yang berhak menjadi mulia, non-muslim juga mempunyai hak yang sama. Kemuliaan umat Islam bisa ditandai dengan konsistennya dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Mereka yang pernah mengalami masa kelam dapat kembali ke masa depan yang cerah, dengan taubat. Sedangkan kemuliaan non-muslim bisa tergambar dari kembalinya ke agama Islam, atau menghormati umat Islam dalam menjalani suluk ibadahnya.

Umat Islam memiliki ragam strategi yang bisa mengantar mereka sukses meraih kemuliaan di malam itu. di antaranya:

Pertama, mengimplementasikan kandungan Al-Qur’an. Dengan berisikan hidayah dan berperan sebagai pembeda antara kebenaran dan kebatilan, Al-Qur’an mampu mengatur kehidupan umat Islam. Beragam pesan yang tersurat di dalamnya mampu memberikan spirit optimis menjadi manusia sebagai hamba, dan manusia yang berkontribusi memanusiakan sesama.

Kedua, mengikuti arahan Rasulullah SAW. Arahan tersebut adalah hadis yang bersumber dari wahyu Ilahi. Hadis adalah penjelas perintah Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an. Sangat pantas jika umat Islam mengikuti nas hadis−sesuai ragam ketentuannya−sebagai salah satu pedoman perilaku dan dinamika hidupnya.

Ketiga, menghargai perbedaan tata cara beribadah. Sikap ini harus tertanam kokoh dalam tiap individu muslim. Masing-masing dari kita pasti memiliki cara tersendiri dalam beribadah. Perbedaan tentu berakibat pada selisih derajat yang setiap hamba. Tak perlu mengerutkan jidat, derajat itu adalah hak prerogatif Allah yang tak bisa kita intervensi.

Menghargai di sini adalah menutup rapat potensi kita untuk mengomentari (bahkan mengintimidasi) suluk ibadah orang lain. Kita yang ditakdirkan mampu melaksanakan salat tarawih dan witir sebanyak 23 rakaat, tidak pantas mengecam mereka yang hanya melaksanakannya sebanyak 11 rakaat, atau tidak melaksanakannya. Apresiasi tinggi tetap harus dipersembahkan! Mungkin mereka tengah sibuk mencari nafkah, sebagian dari mereka sudah masuk dalam usia uzur, sedang sakit, dan keadaan genting lainnya.

Sikap di atas mampu menjadikan kita sebagai muslim yang bersahaja, tidak berlebihan dalam mempromosikan ajaran agama. Sifat-sifat mulia pun bisa terbentuk sebab sikap mulia ini, seperti tawadu, welas asih, toleransi, dst. Begitupun sebaliknya, kita yang gagal memperindah diri dengan sikap ini lambat-laun akan menjadi sosok yang egois-ekstrimis. Sifat-sifat buruk pun akan tampak sebab kehilangan sikap ini, misal takabur, ceroboh, tegang rasa, memutusasakan orang lain, dst.

Kupu-kupu yang sempurna akan membantu ulat untuk menjadi sepertinya. Memang, tak semua kupu-kupu berasal dari ulat yang sama. Masing-masing dari mereka tetap bersedia menjulurkan tangan untuk membantu ulat lain mengecap manisnya sari pati bunga. Begitupun, muslim sejati tidak akan menelantarkan atau menjerumuskan saudaranya−muslim atau non-muslim−dalam jurang kesesatan. Semuanya harus bergandeng tangan untuk bangkit dan berpacu menuju jalan yang diridai-Nya. Wallahualam.

Oleh: Syafil Umam

Jangan lupa baca tulisan menarik lainnya di Rubrik Mimbar dan Selasar!

Ansor Mesir

Admin Website Ansor Mesir

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA