ansormesir.co -Interdependensi ekonomi terjadi ketika satu pihak bergantung pada pihak lain untuk menyediakan barang dan/atau jasa yang dibutuhkan demi kebutuhan hidup atau keinginan. Saling ketergantungan ekonomi, yakni sebuah konsep yang muncul pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, awalnya terhalang oleh ‘Depresi Hebat’ dan ‘Perang Dingin’. Kekuatan ekonomi global terkemuka saat itu menaikkan suku bunga satu sama lain guna memperbaiki ekonomi mereka sendiri, dan berakhir pada keruntuhan perdagangan internasional.
Ketika beberapa organisasi keuangan−termasuk Bank Dunia dan IMF−meningkatkan perdagangan internasional dan investasi di seluruh dunia, maka ketergantungan ekonomi global mengalami saing ketergantungan. Karena banyak yang tidak dapat memperoleh barang-barang mereka karena kurangnya keterampilan atau pengetahuan tertentu, ‘spesialisasi tenaga kerja’ menjadi kunci ketergantungan ini. Ini bisa menjadi sistem rumit yang melibatkan banyak lapisan masyarakat, termasuk pelaku bisnis.
Sering kali, Negara dengan ekonomi yang maju akan mempercayai negara lain untuk memasok barang atau jasa yang tidak dihasilkan di negaranya sendiri. Hal ini juga termasuk salah satu faktor ketergantungan ekonomi. Ketika suatu populasi dan peradaban berkembang, ia mempunyai dua pilihan; Dapat maju lebih jauh untuk menciptakan barang-barang kebutuhannya sendiri, atau ia akan terus mencari komoditas dan bahan mentah. Sebagai contoh, negara-negara seperti Inggris dan Amerika Serikat bergantung pada negara lain dalam hal penyediaan barang-barang manufaktur seperti pakaian, elektronik, dan bahkan makanan.
Namun, perhatikan bahwa bukan hanya produksi barang yang membentuk ketergantungan. Negara-negara tertentu yang menjadi satu-satunya produsen dalam hal menghasilkan produk tertentu yang dibutuhkan, seperti minyak atau beras. Oleh karena itu, beban yang lebih berat akan diemban oleh negara-negara ini untuk memenuhi permintaan.
Dampak interdependensi ekonomi menjadikan ekonomi bertumbuh dan berkembang. Hal ini memungkinkan industri spesialis menjadi berkembang. Dampak lainnya adalah peningkatan upah/gaji dan peningkatan keseluruhan pada kekayaan dan gaya hidup. Dapat dilihat bahwa dengan ketergantungan ini, kecenderungan untuk berperang semakin berkurang. Negara-negara yang tidak memiliki ketergantungan ekonomi kuat, belum tentu merupakan ancaman, tetapi mereka memiliki daya tawar yang kecil. Negara-negara yang kuat secara politik tampaknya mendapat manfaat dari ‘saling ketergantungan’ ekonomi. Kendati demikian, perdagangan internasional ini tidak mengurangi ancaman perang di masa depan. Sementara interdependensi ekonomi dapat menciptakan kekayaan keseluruhan, dan terjadi peningkatan total kekayaan, namun masih terdapat kesenjangan antara negara kaya dan miskin di seluruh dunia.
Jadi, masuk akal apabila konsumsi oleh negara-negara dengan ekonomi dan pemerintahan yang lebih kuat, serta teknologi yang lebih maju, dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Akibatnya, ketika ‘saling ketergantungan’ berkembang, maka jaringan perdagangan—kunci arus barang−juga akan berkembang. Dari perdagangan di seluruh dunia ini muncul perdagangan bebas dan globalisasi.
Perdagangan bebas di era globalisasi melibatkan barang dan jasa, ditambah sumber daya ekonomi dari modal, teknologi, dan data negara lain. Sementara pencampuran dan saling ketergantungan antara ekonomi negara-negara yang berbeda, memperkuat koneksi global. Hal itu juga meningkatkan pertumbuhan perdagangan, ide, dan budaya internasional. Demikian pula, beban dampak lingkungan seperti pemanasan global, penggunaan air dan polusi udara dipertanyakan.
Dengan pemikiran ini, beberapa orang menganggap perdagangan bebas merupkan sisi negatif dari ‘saling ketergantungan’ ekonomi. Perusahaan internasional lazim meningkatkan belanja secara daring. Perdagangan seperti itu akan berdampak pada mereka yang menerima dan memberikan produk. Jika satu pihak gagal mendapatkan sumber daya, maka pihak lain akan dirugikan secara finansial, bahkan secara sosial.
Peningkatan ini dapat menyebabkan kesenjangan kekayaan yang semakin lebar, terutama bagi negara-negara ‘miskin’. Yang juga menjadi perhatian adalah hilangnya fleksibilitas, penyalahgunaan tenaga kerja, dan menyusutnya sumber daya. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Australia dianggap sebagai negara ‘saling ketergantungan’ terbesar. Dengan ekonomi dan industri yang besar, mereka harus mencari pasokan kebutuhan seperti gas atau karet di luar batas mereka.
Tidak boleh diabaikan, negara-negara Asia Timur adalah pesaing serius dan juga ‘pemukul besar’ yang siap menyaingi negara-negara yang disebutkan di atas. China telah memperoleh investasi dari ekonomi Jepang, Taiwan dan Korea, yang pada gilirannya membentuk “perdagangan intra-regional” di mana spesialisasi tenaga kerja merupakan keunggulannya.
Saling ketergantungan ekonomi dapat memiliki efek positif pada perdagangan dunia, serta di dalam masing-masing negara. Namun, setiap negara harus menyadari bahwa saling ketergantungan saja tidak akan menyelesaikan masalah mendasar seperti pengangguran, atau infrastruktur-manufaktur yang ketinggalan zaman. Akan bermanfaat jika dialokasikan pada investasi dalam pendidikan dan pelatihan tenaga kerja sendiri, sehingga meningkatkan retensi dan menjadi mitra dagang yang lebih kuat.
Semua pihak yang berinvestasi dalam ‘saling ketergantungan’ ekonomi di seluruh dunia—dari multinasional terbesar hingga pembuat perhiasan independen—harus memiliki kepentingan bersama dalam memikul tanggung jawab struktur dan kinerja ekonomi yang stabil, sistem ekonomi terbuka, dan seperangkat aturan untuk mengelola ekonomi global. Pada gilirannya, mereka yang memiliki pertumbuhan ekonomi maju akan mendapat manfaat dari mempromosikan pembangunan ekonomi di seluruh dunia, terutama mereka yang berpartisipasi dalam pendekatan ekonomi global.
Saling ketergantungan ekonomi adalah negosiasi. Ia meminta banyak, memberi dan menerima. Oleh karena itu, strategi harus dikembangkan untuk memungkinkan bisnis−besar atau kecil−demi melayani pelanggan mereka dengan lebih baik. Pertumbuhan ekonomi dan resesi dapat mempengaruhi ekonomi lokal, serta penawaran dan permintaan suatu produk. Semuanya itu tentu akan berdampak pada impor dan ekspor barang dan/atau jasa bahkan jaringan perdagangan.
Kemandirian ekonomi pada dasarnya terangkum dalam kata-kata berikut: “Tidak harus bekerja untuk siapa pun, dan tidak memiliki kewajiban bekerja untuk kegiatan ekonomi apa pun, serta dapat mempertahankan gaya hidup yang dimiliki” .
penulis: Fajrul Falah
Editor: Yusron Wafi
Baca juga Essai dan Opini dalam rubrik Selasar. Lihat artikel tentang fikih, dalam rubrik Mimbar.
Tidak ada komentar