ansormesir.org-Kelucuan demi kelucuan tak henti disuguhkan oleh bangsa kita tercinta. Kali ini suguhan unik nan menggelitik datang dari dunia olahraga tanah air. Sejumlah parpol, ormas Islam, dan tokoh masyarakat beramai-ramai menolak salah satu delegasi piala dunia U-20. Fenomena ini berhasil menarik atensi luar biasa dari masyarakat dunia, dikarenakan delegasi yang tertolak adalah Israel, yang secara sah lolos kualifikasi Piala Dunia U-20. Tak hanya kontroversi, fenomena ini juga sanggup menuai malapetaka bagi bangsa, hal ini berujung pada pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah piala dunia U-20, yang berarti timnas Indonesia juga batal merumput pada event tersebut, karena sebelumnya mereka tidak lolos. Tentu saja pembatalan tersebut tak hanya berimbas pada sepak bola, tetapi juga merambah ke pelbagai sektor lainnya.
Penolakan terhadap delegasi Israel tersebut (secara umum) tercerabut karena beberapa hal, seperti sentimen muslim terhadap Yahudi, simpati terhadap negara Palestina, serta prinsip dasar Indonesia yang menolak penjajahan. Namun apakah semua alasan tersebut dapat dibenarkan? Sepertinya terlalu banyak hal yang luput dari pandangan para penolak delegasi tersebut. Misalnya dari segi dasar negara kita yang menolak penjajahan dengan tegas. Namun tentu tidak fair jika Israel hanya dipandang dari sisi politiknya. Kita dapat tetap menentang politik zionisme mereka tanpa harus menolak mereka di bidang yang lain, termasuk ekonomi dan olahraga. Seharusnya kita tidak mendeskriminasi mereka, karena sangat mungkin mereka tidak memiliki kepentingan politik apapun. Lantas bila kita menolak, berarti kita telah merampas hak kontribusi yang secara resmi telah diberikan FIFA kepada mereka.
Lebih lucu lagi mereka yang menolak dengan motif sentimen agama, mereka mengalami miskonsepsi ketika memaknai pandangan Islam mengenai Israel dan Yahudi, serta terlalu menggeneralisir, bahwa semua Israel adalah Yahudi, dan semua Yahudi sudah pasti jahat. Mereka tidak tahu−atau memang tidak mau tahu−bahwa agama Islam memiliki penganut yang cukup besar di negara Israel, yakni dengan jumlah 17,8%. dari keseluruhan rakyat Israel pada 2018 lalu dan masih meningkat sampai sekarang. Di samping itu, syariat Islam tidak pernah membenarkan generalisasi yang sedemikian rupa. Sebagai contohnya, Nabi Muhammad SAW juga berkawan dekat dengan seorang Rabi Yahudi, Mukhairiq. Terlebih lagi, Sayyidah Shafiyah salah satu Ummahât Al-Mu’minîn sebelum memeluk Islam beliau juga merupakan seorang Yahudi Israel.
Namun tak ada yang lebih ironis sekaligus menggelikan dibanding mereka yang menolak delegasi Israel dengan alasan simpati terhadap Palestina. Naasnya, Dubes Palestina sendiri berpandangan bahwa event olahraga tak perlu dikaitkan dengan politik-konflik. Pun, pemain Israel tidak dilarang bermain di liga Palestina, dan bahkan, tim kesebelasan Palestina sendiri juga pernah dilatih oleh pelatih berkewarganegaraan Israel.
Bukan hanya karena miskonsepsi di atas, mereka yang menolak delegasi Israel juga melalaikan tumpukan konsekuensi pahit yang harus ditelan bangsa. Indonesia sekali lagi harus menambah catatan buruk sepak bolanya, dimana kondisi catatan tersebut sudah sangat parah karena tragedi Kanjuruhan yang belum lama terjadi. Selain itu, pandangan mata dunia mengenai bangsa Indonesi−secara khusus dalam bidang sepak bol−pasti tidak akan jauh dari kata ‘kolot’ dan ‘intoleran’, sementara di sisi lain Israel malah mendapat tambahan simpati atas penolakan itu. Dan yang paling pahit, mimpi anak bangsa untuk bisa berlaga di ajang piala dunia yang setengah mati diperjuangkan harus direnggut oleh bangsa sendiri.
Oleh: Gelar Washolil Autho’
Jangan lupa baca tulisan-tulisan menarik lainnya di Rubrik Mimbar dan Selasar, ya!
Tidak ada komentar