ansormesir.org-Pada edisi 1253 ini, Surat Kabar Shaut al-Azhar kembali membahas berbagai isu strategis terkini seputar konflik di Palestina. Lima tahun lalu Imam Besar Al-Azhar Prof. Dr. Ahmad Thayyib pimpinan Majlis al-Hukamâ’ al-Muslimîm dan Paus Agung Katolik Fransiskus V Vatikan menandatangi Piagam Solidaritas Kemanusiaan Sedunia. Isi piagam ini menyerukan kepada seluruh manusia untuk hidup dalam harmoni perbedaan baik agama, ras, sampai bangsa dan negara. Bersama Kementerian Toleransi dan Koeksistensi, Majlis al-Hukama’ dan Gereja Vatikan berusaha menghentikan segala bentuk tindak ekstrimisme, radikalisme, hingga anarkis di dunia. Peringatan seruan ini juga ditunjukkan guna mengakhiri konflik berkepanjangan di Gaza, Sudan, dan zona Laut Merah.
Dalam lima halaman pertama Shaut al-Azhar menyajikan berbagai artikel menarik seputar konflik di Palestina. Mulai dari pernyataan Sekretaris Jenderal Majlis al-Hukama al-Muslim Advisor Muhammad Abdus Salam dalam Seminar Internasional Kemanusiaan di Abu Dhabi tentang Pembangunan kemanusiaan berkelanjutan, Seruan Rektor Universitas Al-Azhar Prof. Dr. Salamah Dawud agar dunia menjalankan isi Piagam Abu Dhabi 2019 guna menciptakan keadilan bersama, sampai pemberitaan 2427 korban meninggal di Gaza dalam Bulan Januari 2024 saja. Semuanya secara tegas mengutuk genosida yang dilancarkan Zionis Israel, bukan hanya tentara dan warga sipil yang dibunuh, tapi juga ribuan perempuan dan anak-anak tak bersalah!
Di akhir halaman keempat, Shaut al-Azhar menampilkan Rubrik Kunûz al-Azhariyah tulisan rutin dari Sayyid al-Khimar, Pahlawan Revolusi ’37, Salwadi Palestina, negeri Masyayikh Azhariyah. Pada abad 20, Palestina mengirim 240 orang pilihan terdidik untuk pergi ke Al-Azhar guna mempelajari berbagai disiplin keilmuan. Saat itu, Mesir sedang dalam masa imperialime Inggris, maka segala tema nasionalis dan kebangsaan bertendensi pada gerakan pembebasan dan kemerdekaan. Inilah yang salah satu bibit inspirasi Gerakan kemerdekaan Izzuddin al-Qasam. Di antara rombongan pelajar Palestina tersebut adalah Syekh Fathullah al-Salwadi yang kelak mejadi ketua Riwaq al-Syawam. Beliau menginisiasi pengiriman utusan dari Palestina untuk belajar di Al-Azhar. Beliau terlibat dalam revolusi 1937 untuk mengusir segala bentuk penjajahan Barat di Tanah Arab. Selain itu as-Salwadi juga banyak menulis syi’ir dan kasidah seputar perjuangannya membebaskan Palestina dan kecintaannya pada Al-Azhar.
Pada halaman kelima dapat kita baca esai Prof. Dr. Abbas Syauman Sekretaris Jenderal Hai’ah Kibâr al-‘Ulamâ berjudul Tanah Isra yang tersakiti. Di sini beliau membahas secara historis kemuliaan tanah Palestina yang pernah menjadi kiblat Umat Islam hingga tujuan Isra dan permulaan Mikraj Nabi Muhammad Saw. Namun apa yang terjadi hari ini sangat menyayat hati. Genosida di Gaza bahkan tidak dianggap kekejaman seperti holocaust. Senada dengan itu, di akhir halaman enam tersaji pula artikel berjudul Bumi Mikraj yang Penuh Berkah. Palestina adalah tanah yang diberkahi dan menjadi saksi atas berbagai peristiwa penting dan sakral dalam Islam. Di sana pula terhampar banyak mukjizat, tempat turunnya wahyu, hingga kisah yang termaktub dalam Al-Qur’an. Maka bagaimana seharusnya sikap kita wahai Muslimin?
Selanjutnya pada halaman 7-9, Shaut al-Azhar menampilkan liputan khusus selama Pameran Buku Internasional Cairo di stand Azhar Hall 4. Terbanyak banyak buku baru yang dirilis, penampilan berbagai kebudayaan, sampai seminar. Al-Azhar bukan hanya institusi pendidikan tinggi semata, tapi juga mengambil peran sebagai fasilitator promosi budaya, edukator internasional, hingga penyelenggara kegiatan-kegiatan filantropi. Pada minggu kedua, Stand resmi Al-Azhar mendatangkan tiga ulama senior Al-Azhar yaitu Syekh Ali Jum’ah, Syekh Hasan Syafi’i dan Syekh Ahmad Ma’bad. Seminar ini sangat eksklusif dimana para narasumber yang agung ini menceritakan perjalan keilmuan beliau dan ikatannya yang kuat dengan al-Azhar.
Sekilas cuplikan, Syekh Ali Jum’ah bercerita bahwa Syekh Ali Jadd al-Haq menunjuknya sebagai anggota Komisi Fatwa Al-Azhar pada usianya masih 40 tahun saat itu, sementara syarat menjadi anggota komisi fatwa harus sudah berumur 45 tahun. Syekh Hasan Syafi’i berkata bahwa beliau mulai menggeluti ilmu akidah dan logika sejak masa sekolah dasar. Beliau telah menulis sekitar 30 buku seputar ilmu teologi dan 5 buku dalam Bahasa Inggris. Beliau dikarunia umur yang panjang dan menjumpai 14 Imam Besar al-Azhar sejak masa Syekh al-Maraghi (w.1945) hingga saat ini. Sampai-sampai Syekh Ahmad Thayyib pernah berkelakar beliau akan hidup 100 tahun. Syekh Ahmad Ma’bad menceritakan kisahnya yang menginspirasi diri beliau mempelajari lebih dari satu mazhab fikih yaitu seorang penjual makanan yang memiliki dua jilid kitab fikih Syafi’i. Kendati beliau seorang Maliki, ia lantas memilih membeli buku dari pada makanan dan semakin giat mempelajari seluruh mazhab dalam ilmu fikih.
Pada halaman kedua belas, terdapat esai renyah dari Sayyid Kamil dan Dr. Hasan Yahya (Direktur Haiah Kibâr al-Ulama). Sayyid menulis tentang mispersepsi UNICEF dalam memberitakan kondisi di Gaza. Mereka menyebut Gaza merupakan tempat paling berbahaya di dunia dimana kelompok Radikal Hamas terus berusaha meneror warga Israel dan mencuci otak anak kecil di sana. Adapun Hasan menyebutkan kini telah terjadi krisis moral besar-besar. Kita tahu krisis dan inflasi selalu berkaitan dengan ekonomi, tapi di balik itu ada banyak faktor nirsosial yang melatarbelakanginya. Absennya sifat kemanusiaan dalam perjuangan membela kemanusiaan tidak akan menghasilkan apa-apa.
Terakhir, pada halaman 14 (tambahan) Shaut al-Azhar menampilkan konsistensi al-Azhar dalam membela Palestina. Para Imam Besar Al-Azhar tidak pernah absen memberikan dukungan nyata pada pembebasan Palestina dari zionis Israel. Hal ini dibuktikan sejak zaman Syekh al-Azhar Musthafa al-Maraghi (1928-1945) yang menginisiasi konferensi internasional sebagai jalan penyelesaian konflik Israel-Palestina. Demikian dengan Syekh Ma’mun as-Syinawi (1948-1950), Syekh Mahmud Syaltut (1958-1963), Syekh Abdul Halim Mahmud (1973-1978), Syekh Ali Jadd al-Haq (1982-1996), dan Syekh Ahmad Thayyib (2010-sekarang) yang terus konsisten dengan nyata memperjuangkan hak warga Palestina.
Demikian resensi singkat dari Surat Kabar Shaut al-Azhar edisi 1253 yang rilis pada 11 Februari 2024. Meski tidak mengover semuanya, tapi cukup dapat memberi gambaran betapa seriusnya al-Azhar dalam menyiarkan kebaikan dan kedamaian bagi semeseta alam. Sekian dari kami sampai jumpa di edisi selanjutnya.
Penulis: Al-Fayyadh Maulana
Unduh versi lengkap Surat Kabar Shaut al-Azhar Edisi 1253 bisa di bawah ini
Sahut Al-Azhar Edisi 1253
Jangan lupa baca tulisan menarik lainnya di Rubrik Selasar dan Mimbar, ya!
Tidak ada komentar