Esensi Idulfitri dan Amalan-amalannya

waktu baca 5 menit
Sabtu, 30 Apr 2022 16:48 0 12 Ansor Mesir

Ansormesir.org–Sebentar lagi kita akan menjumpai salah satu hari yang selalu diperingati sebagai peringatan hari besar Islam, yaitu hari raya Idulfitri. Perayaan yang barangkali akan berbeda-beda tanggal pelaksanaannya di masing-masing negara di dunia. Cara merayakannya pun berbeda-beda, tergantung tradisi dan budaya masing-masing negara, bahkan berbeda menurut masing-masing budaya di setiap daerah atau wilayah, walau di negara yang sama. Misalnya, tradisi perayaan Idulfitri di Indonesia, akan berbeda dengan tradisi perayaan Idulfitri di Mesir dan di Eropa. Tradisi perayaan Idulfitri di Jawa−suku Jawa, akan berbeda dengan tradisi perayaan Idulfitri di daerah Sumatra−suku Batak, dan lain sebagainya. Namun, terlepas dari perbedaan tanggal dan hari jatuhnya perayaan Idulfitri serta berbagai macam unsur budaya masing-masing negara, ada pembahasan yang lebih menarik daripada hal tersebut. Yaitu esensi hari raya Idulfitri itu sendiri. Hal ini merupakan pelajaran yang saya ambil dari salah satu ulama karismatik, al-maghfurlah KH. Maimoen Zubair.

Menarik sekali, ketika Mbah Moen (nama masyhur KH. Maimoen Zubair, ed.) mulai menginterpretasikan makna-makna Al-Qur’an dan hadis. Ada hal yang berbeda di setiap kali beliau menafsirinya, beliau kerap menambahkan makna-makna yang berkaitan dengan fenomena aktual, bahkan penjelasan-penjelasan beliau kerap menjadi solusi bagi persoalan di waktu mendatang. Salah satunya ketika menjelaskan nas yang berisi tentang esensi makna Idulfitri. Mbah Moen memandang, dan mengajak hadirin berkontemplasi, bahwa perihal Idulfitri ada empat unsur penting. Keempat unsur ini tertuang dari QS. Al-Baqarah: 185 yang berbunyi:

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ  [البقرة/185]

Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, agar kalian bersyukur. (QS. Al-Baqarah: 185)

Empat Poin Penting dalam Idulfitri

Pertama-tama, Mbah Moen menjelaskan dari permulaan ayat yang berisi tentang Ramadan. Selanjutnya, pada pembahasan setelah sempurnanya bulan Ramadan, maka ada hari raya Idulfitri. Pada pembahasan Idulfitri, Mbah Moen mengutip ayat di atas sebagai dalil yang menerangkan poin penting dalam Idulfitri. Dalam ayat di atas, terdapat lafaz tukabbirû yang berakar dari kata takbîr (dalam bahasa Indonesia berarti takbir). Interpretasi takbir dalam hal ini adalah amalan membaca takbir di malam perayaan Idulfitri. Ulama fikih membaginya menjadi 2 macam; takbir mursal dan takbir muqayyad.

Lafaz paling akhir dalam ayat di atas yaitu tasykurûn, yang berarti kalian bersyukur. Bersyukur mempunyai tiga makna, sekaligus dianggap sebagai ibadah pada hari raya Idulfitri. Ketiga hal tersebut adalah; syukur karena diberi rezeki berupa makanan, sehingga bisa melaksanakan zakat fitrah. Kemudian yang kedua adalah berhias, makna ini sesuai dengan beberapa riwayat hadis yang ada. Terakhir yaitu salat Idulfitri. Penafsiran ketiga ini tidak saya temukan dalam berbagai macam tafsir yang saya baca. Walaupun ada sebagian tafsir yang mengindikasikan dua poin dari empat poin tersebut.

Yang menarik, Mbah Moen menekankan pembagian ini kepada hukum empat poin di atas, bahwa keempat tadi, ada satu kata yang menunjukkan makna sebuah ibadah berupa mengumandangkan takbir, sedang tiga sisanya terkumpul dalam satu lafaz terakhir pada ayat di atas. Ketika ditelaah lebih dalam lagi, maka tiga ibadah ini hukumnya sunah dan hanya satu yang wajib. Yang wajib ini hanyalah zakat fitrah. Sehingga sudah seharusnya, kontemplasi kita tertuju pada hal yang sifatnya wajib ini.

Esensi zakat fitrah inilah yang harus dipahami oleh umat Islam. Pasalnya, tatkala memahami esensi dari zakat fitrah, maka sikap sosial dan berjemaah akan teraplikasikan pada masa-masa setelahnya. Esensi dari zakat fitrah−seperti halnya diungkapkan banyak ulama−merupakan syiar dalam agama Islam. Sehingga nantinya akan tercipta rasa toleransi sosial, toleransi ekonomi dan lainnya. Bagaimana tidak? Jika di hari-hari biasa, orang fakir-miskin tidak mampu mencukupi kehidupan sehari-hari, maka pada hari pembagian zakat mereka dapat tercukupi kebutuan pangannya.

Hari raya Idulfitri merupakan momentum untuk saling bersolidaritas antar sesama. sehingga pada hari itu tidak ada yang berstatus fakir miskin. Inilah hal yang harus dikedepankan, dan barangkali dikehendaki oleh Nabi Muhammad SAW. Maka, menunaikan ibadah zakat fitrah sebaiknya disegerakan pada malam Idulfitri atau menjelang salat Idulfitri pada pagi harinya.

Amalan Malam Idulfitri dan Iduladha

Selain pembahasan di atas, ada amalan yang selalu dilanggengkan oleh beberapa ulama terkemuka, yaitu menghidupkan malam Idulfitri dengan beribadah, zikir, takbir dan lain sebagainya. Dalam hal ini saya mengutip hadis riwayat Thabarani:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : (من أحيا ليلة الفطر وليلة الأضحى لم يمت قلبه يوم تموت القلوب)

“Barang siapa menghidupkan malam Idulfitri dan Iduladha dengan niat mencari ridha Allah, maka hatinya tidak akan mati pada hari di mana hati umat manusia mati”. (HR Ath-Thabarani).

Jika kita tinjau, semakin ke sini sedikit demi sedikit selalu ada penurunan intensitas ibadah, zikir dan lain sebagainya di setiap malam Idulfitri. Malam itu lebih banyak dihabiskan dengan hanya bersenang-senang tanpa ada unsur ibadahnya sedikitpun. Barangkali, memang ada yang tetap istikamah menjalankan ibadah setiap tahunnya, namun ini hanya sedikit saja. Sedangkan yang dilakukan oleh mayoritas orang Islam zaman sekarang adalah bersuka ria sampai menjelang subuh dan melakukan sesuatu yang kurang bermanfaat. Ada juga sebagian orang yang bahkan sampai meninggalkan salat subuh yang notabene merupakan sebuah kewajiban (ibadah wajib).

Para ulama banyak yang menganjurkan umat Islam untuk melaksanakan salat tasbih pada malam tersebut. Karena memang dalam riwayat yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, salat tasbih sebaiknya dilakukan setiap hari. Namun apabila tidak bisa setiap hari, maka boleh dilaksanakan sekali dalam setiap minggu. Begitu seterusnya, yakni sekali setiap bulan, dan jika tidak mampu maka sekali setiap tahun. Apabila masih tidak mampu melaksanakan salat tasbih sekali dalam setahun, setidaknya bisa dilakukan sekali dalam seumur hidup. Maka dari sini, bisa kita ambil jalan alternatifnya, yaitu melakukan salat tasbih setiap tahunnya pada malam Idulfitri. Namun, jika salat tasbih dirasa masih berat, maka melaksanakan salat dua rakaat sunah bakdiah isya dan satu rakaat witir dapat menjadi alternatifnya. Dua ibadah sunah tersebut dapat dijadikan ibadah minimal, dalam rangka menghidupkan malam hari raya Idulfitri. Hal tersebut selaras dengan dawuh Mbah Moen : “Sak mekendut-mekendute santri, ojo nganti ora ngurip-ngurip malam riyoyo loro kanthi sholat bakdiah Isya rong rekaat, ditambah sholat witir sak rekaat, supoyo ora mati atine naliko ning akhirat”. Artinya: “Senakal-nakalnya santri, jangan sampai tidak menghidupkan (harus menghidupkan) dua malam hari raya (Idulfitri dan Iduladha) dengan cara melaksanakan salat sunah bakdiah minimal dua rakaat setelah isya dan ditambah satu rakaat witir, agar hatinya tidak mati pada saat hati banyak yang mati”.

Penulis: Muhammad Syihabudin Alawy

(Pimpinan Redaksi Situs Ansormesir.org, Ketua FAS Mesir)

Editor: M. Yusron Wafi

Baca juga EssaiOpini dan Sastra dalam rubrik Selasar serta rubrik Mimbar

Ansor Mesir

Admin Website Ansor Mesir

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA